Kamis, 12 Oktober 2017

cibel - Permasalahan Membangun Rumah

Anda berencana untuk membangun rumah idaman? 
Sedang menghitung estimasi biaya yang akan dibutuhkan? 
Yang jelas, membangun rumah idaman lebih sulit dibanding membeli rumah yang sudah jadi. Namun kekurangan membeli rumah jadi yaitu tidak sesuai dengan selera kita baik dari segi design exterior maupin interior. Sehingga membeli rumah jadi lebih cenderung di renovasi. 
Untuk membangun rumah sendiri dari nol, atau merenovasi rumah menjadi hunian impian, anda perlu merancang konstruksi, dengan demikian menyewa arsitek, memilih bahan bangunan, hingga menyewa jasa tukang bangunan, semua itu membutuhkan usaha ekstra.
Untuk yang tidak ingin repot mendesign biasanya menyewa arsitek, namun arsitek sesungguhnya ada lah kita, karena kitalah yang punya selera bagaiman bentuk rumah idaman kita.
Untuk memilih bahan bangunnan, kita juga yang tau ukuran kantong kita.
Namun selama ini, beberapa orang abai terhadap poin terakhir. Padahal perlu kehati-hatian dan ketelitian dalam menyewa jasa tukang bangunan. 
Bangunan bisa berdiri karena tukang,...
Bangunan itu berkualitas tergantung tukang,...
Jenis pembayaran atas sewa tukang bangunan kadang memengaruhi kualitas kerja mereka. Jika tidak cermat mempertimbangkan sistem pembayaran yang pas, alih-alih ingin berhemat, pengeluaran malah bisa jadi membengkak. Paling parah, bangunan jadi tak sesuai ekspektasi.

Berikut adalah contoh permasalahan membangun rumah :
Permasalahan 1
Si A, menceritakan tentang pengalaman membangun rumahnya, dimulai dengan pengerjaan yang lelet hingga akhirnya ia mempekerjakan dua tim tukang bangunan.
Semula, A menyewa jasa tukang bangunan kenalan tetangga. Ada 7 orang dalam satu tim yang disewa : 2 tukang dan 5 kenek atau asisten tukang. Mereka dibayar dengan sistem harian, dan diharapkan merampungkan pembangunan rumah dalam jangka waktu 3.5 bulan.
Tapi setelah dua bulan atau separuh waktu berjalan, pengerjaan ternyata tak sesuai rencana awal. Ketujuh tukang bekerja dengan lelet dan tak rapi.
Si A jadi tak sabar, dan memutuskan untuk menyewa tukang lain yang direkomendasikan oleh rekan kerjanya. Tim baru ini terdiri dari 1 tukang dan 2 kenek. Mereka dibayar dengan sistem borongan lebih mahal dari sistem bayaran harian.
Harga mahal tak jadi soal buat Si A. “Enggak masalah lebih mahal karena aku tahu tukang ini sudah berpengalaman mengerjakan berbagai proyek. Tapi, keputusan A mempekerjakan tim baru yang dibayar secara borongan atau keseluruhan, tak lantas membuatnya memberhentikan tim pertama. Alasannya klise: tak enak hati.
Jadilah proyek renovasi rumah dua lantai seluas 200 meter itu dikerjakan oleh dua tim berisi total 10 orang tukang bangunan. Kedua tim saling mengamati pekerjaan masing-masing.
Si A yang tak mau proyek renovasi itu berjalan lebih lama dan berantakan, memutuskan untuk turun tangan mengawasi pekerjaan para tukang itu. Akhirnya renovasi rumah Vista selesai dalam waktu 6 bulan, mundur 2.5 bulan dari rencana semula, dengan biaya membengkak.
Permasalahan 2
Si B menceritakan tentang pengalaman membangun rumahnya, menggunakan jasa tukang bangunan dengan sistem pembayaran harian. Untuk 2 tukang dan 4 kenek yang dipekerjakan si B, mereka dibayar Rp 1 juta per hari. “Saya bayar ke tukangnya langsung. Nanti mereka yang bagi,” kata Si B.
Pembangunan rumah dua lantai seluas 120 meter itu memang berjalan lancar selama 2 bulan. Namun, persoalan timbul justru setelah rumah ditempati. Rumah Si B butuh perawatan lebih karena sering rusak. Sebut saja gagal konstruksi.
“Pintu susah dibuka. Jendela enggak bisa ditutup,” ujarnya.
Alhasil, Si B harus merogoh kocek lebih dalam lagi. 

Kesimpulan dari kasus tersebut; semuanya tergantung kita yang ingin membangun.

Ada dua jenis sistem pembayaran tukang bangunan: Harian dan Borongan
1. Harian 
Dengan harian, pembayaran upah pekerja dihitung per hari. Standar bayaran misalnya di Jakarta.
Kenek Rp. 120.000,- /hari (8 jam kerja sudah termasuk 1 jam istirahat makan siang)
Tukang Rp. 150.000,- /hari (8 jam kerja sudah termasuk 1 jam istirahat makan siang)
Mandor Rp. 175.000,- /hari (8 jam kerja sudah termasuk 1 jam istirahat makan siang)
Namun, sistem pembayaran harian cenderung membuat tukang bangunan lambat dalam bekerja. Proses pengerjaan rumah jadi tertunda, dan pengguna jasa biasanya jadi malah harus mengeluarkan uang lebih banyak lagi.
2. Borongan
Sementara pada pembayaran dengan sistem borongan, biasanya kedua belah pihak (pengguna jasa dan tukang bangunan) menyepakati bersama apa saja yang harus dikerjakan sampai selesai. Misalnya, tukang bangunan diminta untuk membuat garasi dan upah disepakati Rp 1 juta. Maka, tak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk merampungkan garasi itu, upah tetap sama. Dibandingkan dengan sistem harian, sistem borongan cenderung lebih cepat dalam pengerjaan. Namun kualitas pekerjaan kadang kurang bagus.

Agak membingungkan, bukan? Nah, supaya tidak salah, ikuti tips-tips memilih jasa tukang bangunan berikutnya :


0 komentar:

Posting Komentar

Iklan